Slamat Bergabung Dengan Blog "MMS"

Minggu, 02 Januari 2011

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT TERHADAP SIKAP MELESTARIKAN HUTAN LEUWEUNG KULON DI DESA CIWARU KECAMATAN CIWARU

RUSAKNYA  HUTAN  DAN AKIBAT YANG DITIMBULKAN


1.   Lemahnya Sumber Daya Manusia
      Ilmu pengetahuan tentang lingkungan seyogyanya  harus dapahami oleh setiap manusia  pada umumnya dalam upaya menjaga keseimbangan alam. Walaupun kita sudah punya Mentri Lingkungan Hidup selama 28 tahunan, tapi ternyata pembangunan lingkungan hidup kita cenderung menurun. Hal ini Karen tingkat kesadaran dan peran aktif dari berbagai pihak untuk pelestarian lingkungan hidup cenderung menurun.
      Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya peran lingkungan hidup dalam kehidupan manusia harus ditumbuh kembangkan, melalui dorongan peran aktif masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dalam setiap kegiatan ekonomi, dan sosial. Hal ini  ditegaskan pula oleh Presiden republik Indonesia dalam pidatonya pada konprensi PBB tentang Lingkungan  dan Pengembangan  ( UNCED ) di Rio De Janeiro yang populer disebut sebagai KTT BUMI, pada tanggal 12 Juni 1992 yang lalu. “ Tidak ada yang bisa membantah bahwa dunia sedang menghadapi bahaya yang mengancam liingkungan, menurunnya kualitas kehidupan dan ancaman gawat terhadap kelangsungan hidup ekosistim global jangka panjang. Sekarang  makin disadari bahwa masalah yang kita hadapi mempunyai jangkauan dan sifat global “. ( Media Informasi Penghijauan , Edisi Khusus Mimbar DEPDAGRI Tahun 1998 ).
      Lemahnya  Sumber Daya Manusia tentang pengetahuan lingkungan memungkinkan  semakin terpuruknya lingkungan hidup. Dengan ketidak tahuan masyarakat tentang mamfaat dan bahaya dari lingkungan, dengan kebutaan dasar hukum tentang pengolahan lingkungan, dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kepedulian terhadap kelestarian lingkungan, merupakan momok yang sangat menakutkan terhadap dampak dari lemahnya SDM tentang lingkungan berakibat patal yang memungkinkan  menimbulkan malapetaka yang  merupakan imbas kerusakan lingkungan.
      Lemahnya Sumber Daya Manusia terkadang muncul pula  dari pola fikir manusia itu sendiri yang merespon   ragam tantangan lingkungan dengan bervareasi  diantaranya : ada manusia yang merasa berkuasa, sehingga  ia mengeksploitasi lingkungandengan cara : membabat hutan, mengeruk mineral bumi, menguras lautan serta menghabiskan energi yang ada  untuk kehidupan sesaat. Ada pula manusia yang merasa bahwa lingkungan adalah milik manusia, jadi perlu dimamfaatkan untuk keperluan hidup dan merasa memiliki karena merupakan hajat hidup orang banyak, terlebih lagi  didorong  atas dasar kekurangan ekonomi yang tidak mencukupi untuk menutupi keperlun hidup sehari-hari, terkadang manusia itu merasa kebal hukum sehingga upaya menutupi keperluan keluaraga sehari-hari disandarkan kepada hasil hutan. (Drs. Ondi Suganda, Bahan Ajar Mata Kuliah Pengetahuan Lingkungan, UNIKU – Pendidikan Biologi, 2006 ).
      Sumberdaya manusia (SDM )  mencakup tiga unsur  pokok yang  satu sama lainnya saling berkaitan erat diantaranya :
a.       Kesehatan
b.      Pendidikan
c.       Daya Beli
Wilayah  Indonesia yang secara geografis merupakan negara agraris, sudah barang tentu  pola ekonomi masyarakatnyapun juga lebih mengarah kepada pertanian. Hal ini ditegaskan pula pada Pola Umum Pelita Tiga yang mengatur tentang ekonomi masyarakat yang pada poin pertama lebih menekankan kepada sektor pertanian yang didalamnya mencakup : usaha produksi pangan, produksi perkebunan, kehutanan dan perairan, pembinaan hutan sebagai sumberdaya alam, rehabilitasi tanah keritis, pembangunan daerah dan pedesaan dan usaha-usaha penunjang pembangunan pertanian. Selain pertanian  pemerintah berusaha meningkatkan ekonomi yang lebis seimbang dan serasi melalui sektor Industri,Pertambangan, Energi, prasarana, Pariwisata, Perdagangan, Koprasi, Usaha swasta dan golongan ekonomi lemah, dan diantaranya mencakup bidangSumber alam dan Lingkungan hidup. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah telah berusaha meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pendayagunaan sumberdaya alam. Namun kajian dilapangan Pola umum pemerintah tersebut tidak terakomodasai akibat  lemahnya SDM dan kesadaran manusia itu sendiri dalam memamfaatkan alam sebagai sumber kehidupan. Akibat rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) bidang kesehatan , Pendidikan dan Daya beli masyarakat , mengakibatkan tidak terkendalinya ekonomi masyarakat sehingga pemamfaatan sumberdaya alam lebih mengarah kepada prilaku anarkis.
            Dalam perkembangan sejarah mausia telah dicapai suatu titik dimana harus diupayakan pemeliharaan  lingkungan dalam pemamfaatan. Keterbelakangan, kemiskinan atau keserakahan manusia dapat  menciptakan kerusakan lingkungan yang sulit dan tidak dapat diperbaiki. Hal ini terbukti akibat lemahnya SDM masyarakat tentang lingkungan dan lemahnya pengawasan serta kebijakan pemerintah yang lebih mengacu untuk kepentingan sesaat yang memberikan kesempatan kepada masyarakan untuk mengubah fungsi hutan didaerah Ciwaru  khususnya, dari hutan lindung menjadi hutan binaan yang produktifitasnya lebih mengarah kepada kepentingan sepihak, mengakibatkan munculnya imbas negatif pada saat musim kemarau maupun musim hujan  diantaranya kekeringan di musim kemarau dan banjir dimusim hujan.
            Terlepas dari kebijakan pemerintah yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1982 tentang  Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan prilakunya, yang mempengaruhi kelangungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Ternyata manusia mempunyai peranan yang sangat dominan yang berpengaruh besar terhadap rusaknya  dan punahnya ragam biota, ekosistim, profil geografis, serta penyebab pencemaran,evolusi dan hilangnya norma sosial dan budaya kita sebagai manusia sebagai kholifah  di muka bumi. Semua ini  akibat lemahnya Sumber Daya Manusia itu sendiri.

2.   Lemahnya kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan
           
Belakangan ini kita telah  mengalami situasi yang sagat memprihatinkan seperti : kebakaran hutan dimana-mana,  kekeringan, kelaparan dan bencana-bencana lainnya yang dasyat dan banyak menelan korban harta serta nyawa manusia . Belum lagi   dimusim hujan  sudah  merupakan pemandangan yang biasa untuk di negara kita ini , dengan berbagai fenomena alam yang kerap menelan korban harta bahkan nyawa, sepertihalnya banjir yang sering terjadi di kota-kota akibat menyempitnya Daerah Aliran Sungai (DAS ) dan meluapnya sungai di daerah pegunungan akibat penggundulan hutan serta alih fungsi hutan menjadi lahan produksi atau pemukiman, akibatnya air tidak bisa terserap oleh akar sehingga terus mengalir tanpa hambatan dan membawa semua yang ada dan mengikis tanah di daerah aliran sungai.
            Pemandangan seperti itu akan terus terjadi di kawasan kita ini, berbagai masalah yang kita hadapi terutama yang menyangkut lingkungan hidup, pada dasarnya beranjak dari nilai kesadaran kita sebagai manusi yang sangat lemah yang selalu mementingkan diri sendiri tanpa memperhatikan dampak dan kepentingan umum secara serasi, seimbang dan selaras. Atau walaupun  perbuatan tersebut  secara nyata diketahui dapat merusak keseimbangan alam, terkadang manusia tersebut menutup mata hanya karena adanya interest pribadi atau kelompok  dibaliknya sehingga manusia tersebut lebih bersifat munafik demi kepentingan sesaat dan sekelompok kecil yang tidak bertanggungjawab.
            Semakin pentingnya sikap kepedulian  dan kesetiakawanan antar kita perlu ditingkatkan, berupa kepedulian hubungan baik antar hayati  yaitu manusia dengan manusia, maupun manusia dengan lingkungannya. Menghayati secara jujur tentang kelestarian lingkungan yang merupakan benteng kehidupan bagi manusia itu sendiri. Tak  bisa dipungkiri bahwa kejadian-kejadian alam yang kerap menimpa  bumi kita ini adalah merupakan imbas dari hasil  tangan –tangan manusia yang selalu mementingkan keperluan biologisnya tanpa di dasari oleh rasa tanggungjawab dan  lemahnya interaksi naluriah dengan alam sekitarnya.

3.   Meningkatnya tuntutan kehidupan yang berhubungan dengan kemajuan jaman dan tuntutan  peningkatan agro bisnis dan industri

            Kemajan alih tekhnologi, sosial dan budaya merupakan tuntutan kehidupan bagi  setiap manusia. Dalam hal ini perlu kita kaji lebih jauh lagi karena  tuntutan hidup akan mempengaruhi  keseimbangan alam yang  ada disekitarnya.  Berbagai tuntutan kehidupan tersebut terbagi atas dua  bagian yaitu :
a.   Tuntutan kehidupan mikro yang meliputi kebutuhan masyarakat sehari-hari :
      -   Kebutuhan perumahan seperti : tanah/ lahan perumahan, kayu, dan batu
      -  Kebutuhan  ekonomi seperti : lahan garapan, dan sumber daya alam yang sifatnya untuk dijual dan menghasilkan uang
      -   Kebutuhan  meubeuler  dan peralatan rumahtangga lainnya
      -   Kebutuhan kayu bakar sebagai sarana industri rumah tangga
      -   Kebutuhan  non hayati sepertri batu, pasir  dan air
      -   Kebutuhan pangan hewani maupun nabati.
b.   Tuntutan kehidupan makro yang meliputi sarana bisnis dan industri :
      -   Kebutuhan  pariwisata sebagai pusat represing
      -  Kebutuhan  Sumber daya alam yang meliputi migas, dan non migas yang    merupakan kebutuhan masyarakat secara luas
      -   Kebutuhan industri olahan yang  bersifat umum dan merupakan agro bisnis yang cukup menjanjikan karena dibutuhkan oleh setiap orang baik untuk keperluan rumah tangga maupun unsur seni yang bersifat asisoris rumah tangga.
      -  Kebutuhan bahan baku industri sebagai kebutuhan pokok seperti bahan pangan dan sandang
      -   Kebutuhan lokasi perumahan / pemukiman penduduk yang  sekarang marak di galakan oleh pemerintah melalui intansi pemerintah aatau swasta sebagai pelaksana pembangunan.
      -   Kebutuhan peningkatan ekonomi lainya melalui perluasan kawasan industri baik industri industri menengah maupun industri yang  besar.

4. Lemahnya  Kebijakan dan penegakan hukum yang  mengawasi dan mengatur tentang lingkungan
           
            Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dilandasi oleh pertimbangan untuk memberikan  keleluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa.
- Wilayah Negara Kesatuan Indonesia dibagi dalam daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota yang bersifat otonomi ( pasal 2 ).
- Dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi, kabupaten dan kota  yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat ( pasal  4 ).
-Daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan ( pasal 10 )
            Hal tersebut ditegaskan pula dalam Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000  yaitu  “ Kewenangan pengelolaan yang meliputi pengaturan dan pengurusan sumberdaya nasional yang ada di wilayahnya ( alam maupun budaya ) menjadi kewenangan daerah ”. Memperhatikan ketentuan diatas, maka tidak ada lagi kewenangan pemerintah pusat untuk mengelola sumberdaya nasional, kecuali yang diatur pada pasal 7 (2) dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000. Hal ini perlu direalisasikan  dengan ketentuan hokum yang jelas dan kesadaran pejabat pemerintah pusat, sebab pengalihan nya harus diselesaikan dengan seksama sebagai sikap tindak penegakan dan taat hokum yang sudah dibuat.
            Yang lebih memprihatnkan lagi adalah pemerintah pusat melalui Departemen kehutanan secara membabi buta menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2001 yang mengubah status Perusahaan Umum ( PERUM ) Perhutani menjadi Persero Terbatas ( PT Perhutani ). Hal ini  memungkankan terjadinya  sistim usaha yang berorientasi kepada pengerukan keuntungan semata yang pada prinsipnya  erupakan lahan bisnis untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingan sepihak.. Sedangkan keuntungan  yang diperoleh  diatas penderitaan rakyat/ masyarakat dinikmati oleh pemerintah pusat. Ternyata dilapangan  berbicara lain tidak sesuai dengan  bunyi pasal 2, 4 dan 10,  UU No. 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 bahwa pemerintah daerah berwenang mengurus sumber daya alamnya sendiri.
            Akibat yang terjadi di daerah berimbas kepada masyarakat yang ada di sekitar hutan tersebut dengan bahaya alam yang kerap terjadi akibat kewenangan PT Perhutani yang menguras sumberdaya hutan. Dan PT Perhutanipun bias cuci tangan terhadap imbas perombakan hutan oleh PT Perhutani  yaitu dengan munculya adanya penjarahan hutan oleh masyarakat setempat , dengan dalih PT Perhutani tidak mampu  mengemban amanat yang dibebankan kepadanya oleh bangsa ini atau dengan kata lain tidak mampu mengamankan asset Negara karena rakyat yang berusah memamfaatkan hasil hutan untuk keperluan hidupnya. (Penulis Staf pengajar Fakultas Hukum UNPAD dan Pengurus Forum Diskusi Hukum Bandung. Tulisan di PR . – Diterbitkan oleh SURILI- edisi 21 / 2001 )                                 Pada dasarnya ketentuan hukum pemerintah yang masih bersifat kurang fleksibel mengakibatkan  hancurnya hutan di Indonesia sehingga banyak menimbulkan bencana alam dimana-mana. Terlebih lagi dengan adanya “ repormasi kebablasan  sehingga masyarakat tidak merasa lagi menjarah hutan tapi merupakan ladang empuk yang seakan -akan dilindungi  oleh pihak tertentu yang mengatasnamakan  dirinya sebagai pengelola hutan atau yang berkuasa atas hutan. Kebijakan pemerintah melalui perundang-undangan dan kurang berperannya unsur terkait  sebagai pengelola hutan, serta lemahnya pengawasan dari unsur terkait tersebut menyebabkan terpuruknya keseimbangan alam di Indonesia. ( Suara Berita dan Liputan SURILI  edisi 21/ 2001 hal. 11 s.d 15  )
           
        
5.   Usaha Pemerintah dan masyarakat  dalam melestarikan keseimbangan alam

            Dalam penuturan diatas telah disinggung, bahwa pemerintah  berusaha mengembalikan hutan kepada fungsinya dan pengelolaan hutan dan sumberdaya  alam lainnya melalui perundang-undangan yang telah ditetapkan. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dilandasi oleh pertimbangan untuk memberikan  keleluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa.
- Wilayah Negara Kesatuan Indonesia dibagi dalam daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota yang bersifat otonomi ( pasal 2 ).
- Dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah provinsi, kabupaten dan kota  yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat ( pasal  4 ).
-Daerah berwenang mengelola sumberdaya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan ( pasal 10 ).
Usaha lain sebagai  penyelamatan lingkungan ditegaskan oleh salah seorang fakar ekonomi  H. Maan D. Wiharta SE. MSc,  melalui strategi “kampanye Penyadaran Lingkungan “, yang  lebih memperhatikan kepada strategi penyampaian  dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam khususnya bidang konservasi yang sering mengalami hambatan dan tekanan- tekanan dari pihak tertentu.Tekanan tekanan  tersebut dapat berbentuk formal seperti tumpang tindih kawasan dengan sector / instansi lain, dan tekanan non formal, misalnya perambahan hutan, perburuan liar dan pencurian kayu serta sumberdaya alam lainnya.
            Pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jendral PHPA. Departemen Kehutanan dan perkebunan, telah mengambil langkah-langkah kegiatan pengamanan kawasan konservasi diantaranya sbb:
-                       Penyusunan dan penyempurnaan landasan hokum
-                       Kerjasama antar instansi
-                       Peningkatan dan pematapan personil, sarana dan prasarana
-                       Penataan batas
-                       Inventarisasi dan identifikasi jenis serta akibat perambahan
-                       Program penyadaran lingkungan melalui penyuluhan
            Mengingat perambahan hutan tersebut  tersebar di desa-desa di dalam dan di sekitar hutan dengan berbagai keanekaragaman kondisi social ekonomi, budaya dan agro ekologiya, maka perlu pendekatan penyuluhan yang bersifat partisipatif yang mengandung metoda pendidikan yang lengkap, komplek dan bersekala besar  serta meliputi kombinasi metode kominikasi yang terkordinir.
            Selain Undang-undang yang mengatur tentang kelestarian hutan , Kabupaten Kuninganpun telah mengeluakkan pengakuan hokum melalui SK No. 52 / KPTS 110000-HUK / 2000, tanggal 11 Juli 2000 sebagai  dukungan penempatan  Kesatuan Pengakuan Hukum  (KPH) untuk membantu pelaksanaan Pengelolaan Huatan Bersama Masyarakat  (PHBM) .  ( SURILI edisi / 2001 )
Dari berbagai keputusan perundang-undangan yang menyangkut tentang kepedulian lingkungan , muncul pula suatuhimbauan pemerintah yang sudah terealisasikan sampai dengan ke peloksok desa yaitu penanaman pohon bagi calon pengantin yang mau menikah, hal ini membuktikan kepedulian semua unsur terhadap keseimbangan alam 


6.   Simpulan

penyebab kerusakan lingkungan hutan diantaranya :
1.   Lemahnya  pengetahuan masyarakat ( SDM )  tentang lingkungan
2.   Lemahnya  kesadaran masyarakat tentang  pelestarian alam
3.   Meningkatnya tuntutan kehidupan yang berhubungan dengan kemajuan jaman dan tuntutan  peningkatan agro bisnis dan industri
4. Lemahnya  penegakan hukum yang  mengawasi dan mengatur tentang lingkungan
      Adapun usaha pelestarian lingkungan alam sebenarnya  merupakan program dunia diantaranya adalah penegasan  dari Presiden Republik Indonesia  dalam pidatonya pada konprensi PBB tentang Lingkungan  dan Pengembangan  ( UNCED ) di Rio De Janeiro yang populer disebut sebagai KTT BUMI, pada tanggal 12 Juni 1992 yang lalu. “ Tidak ada yang bisa membantah bahwa dunia sedang menghadapi bahaya yang mengancam liingkungan, menurunnya kualitas kehidupan dan ancaman gawat terhadap kelangsungan hidup ekosistim global jangka panjang. Sekarang  makin disadari bahwa masalah yang kita hadapi mempunyai jangkauan dan sifat global “. ( Media Informasi Penghijauan , Edisi Khusus Mimbar DEPDAGRI Tahun 1998 ).
      Hal ini tercantum juga dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang dilandasi oleh pertimbangan untuk memberikan  keleluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa.
Wilayah Negara Kesatuan Indonesia dibagi dalam daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan daerah Kota yang bersifat otonomi ( pasal 2 ), pasal 4 dan pasal 10 Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 bahwa pemerintah daerah berwenang mengurus sumber daya alamnya sendiri.
Jadi jelslah aturan tinggal aturan  tak mungkin bisa terealisasi tanpa didukung oleh berbagi unsur diantaranya : Aparat penegak hukum yang solid dan bijaksana, SDM yang  penuh dengan kesadarn dan dilandasi oleh pengetahuan tentang  alam dalam upaya memenuhi kebutuhannya.
       

7.   Saran

            Dalam penyajian  materi diatas tentunya banyak sekali kekurangan, baik struktur maupun isi, untuk itu demi perbaikan penyajian makalah ini saya (Penyusun ),  memohon kritik dan saran yang bersifat konstruktif  dari pembaca, atas perhatiannya  saya ucapkan terima kasih.



















DAFTAR PUSTAKA


1.  Ondi Suganda, Drs.-Materi Pokok Mata Kuliah Pengetahuan Lingkungan (PL )
    
      Program Studi Pendidikan Biologi-Fakultas Keguruan – UNIKU- 2006

2.  Djamhur Winatasasmita, Sukarno-Biologi 1 Untuk SMP-Depdiknas-2000

3.  H. Martin- Biologi 3 Untuk SMP Kelas 3- Depdiknas - 2002

4.  Ir. H. Endang Supriadi, MM – Suara Berita dan Liputan – Dinas Kehutanan    
    
     Propinsi Jawa Barat – Edisi 21 – 2001

5.  H. Yusuf Supiandi – Media Informasi Bagi Pengelola dan Masyarkat – Edisi 4

    -DEPDAGRI - 1998

6.  M. Atang SS – Penyuluhan Kehutanan – No 11 ISSN 0853 – 7542 – Pusat

     Penyuluhan Kehutanan - 1998